Ada Apa Dengan Makam Tjikini  
(Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi)

Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi
Generasi Pertama.
’Habib Tjikini’ (Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi) lahir dari keluarga Al Habsyi pada cabang keluarga Al Hadi bin Ahmad Shahib Syi'ib. Ia generasi pertama dari garis keturunan keluarga yang terlahir di Nusantara atau generasi kedua yang telah menetap di negeri ini. Nasab lengkapnya adalah Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Muhammad bin Husein bin Abdurrahman bin Husein bin Abdurrahman bin Al Hadi bin Ahmad Shahib Syi'ib bin Muhammad Al Ashghar bin Alwi bin Abubakar Al Habsyi.

Sebuah sumber tulisan menyebutkan bahwa kakeknya yang bernama Habib Muhammad bin Husein Alhabsyi adalah yang pertama kali datang dari Hadhramaut dan menetap di Pontianak dan kemudian menikah dengan seorang putri dari keluarga Kesultanan Pontianak. Itu artinya, Habib Tjikini adalah generasi kedua yang terlahir di Nusantara atau generasi ketiga yang menetap disini.
Tulisan lainnya menyebutkan bahwa Habib Muhammad,kakeknya, ikut mendirikan Kesultanan Hasyimiyah Pontianak bersama keluarga Al Qadri.

Dalam catatan pada kitab rujukan ‘Nasab Alawiyyin’ susunan Habib Ali bin Ja'far Assegaf ditulsikan, berdasarkan keterangan Habib Ali Kwitang yang mendapat informasi dari Habib Alwi (tinggal di Surabaya, sepupu dua kali Habib Ali Kwitang) bin Abdul Qadir bin Ali bin Muhammad bin Husein Al Habsyi, disebutkan, Habib Muhammad bin Husein wafat di Tarbeh, Hadhramaut. Kitab Habib Ali bin Ja'far juga menuliskan dengan jelas bahwa Habib Abdullah (Ayah Habib Tjikini) adalah seorang kelahiran Hadhramut, tepatnya di Tarbeh. Berdasarkan berbagai keterangan diatas, jelaslah ‘Habib Tjikini’ adalah generasi pertama dari garis keturunan keluarganya yang dilahirkan di Nusantara.

Informasi yang menyebutkan bahwa Habib Muhammad bin Husein ikut mendirikan Kesultanan Al Kadriyah Al Hasyimiyah di Pontianak kurang bisas dibuktikan, mengingat bahwa Habib Muhammad wafat di Tarbeh dan tidak didapat keterangan bahwa yang bersangkutan sempat menginjakkan kaki di Nusantara.

Silsilah Habib Abdurrahman bin Abdullah Alhabsyi (Cikini) :


 
AL HABIB ABDURRAHMAN bin ABDULLAH bin MUHAMMAD bin HUSEIN bin ABDURRAHMAN bin HUSEIN bin ABDURRAHMAN bin HADI bin AHMAD ALHABSYI bin ALI bin AHMAD bin MUHAMMAD ASSADULLAH bin HASAN AT-TURABI bin ALI bin MUHAMMAD AL-FAQIH AL-MUQADDAM bin ALI bin MUHAMMAD SHAHIB MIRBATH bin ALI KHALA QASAM bin ALWI bin MUHAMMAD bin ALWI bin UBAIDILLAH bin AHMAD AL-MUHAJIR bin ISA bin MUHAMMAD AN-NAQIB bin ALI AL-URAIDHI bin JA'FAR ASH-SHODIQ bin MUHAMMAD AL-BAQIR bin ALI ZAINAL ABIDIN bin HUSEIN bin ALI BIN ABI THALIB suami FATIMAH AZ-ZAHRA binti RASULULLAH SAW.

Habib Tjikini ‘Putra Semarang’
Selain pernah menetap di Pontianak, Habib Abdullah bin Muhammad Al Habsyi, (ayah Habib Tjikini) yang semasa hidupnya memiliki aktivitas berdagang antar pulau, juga pernah menetap di Semarang. Namun dari sebuah tulisan menyatakan bahwa ia menikah pertama kali di Semarang.

Sebuah naskah juga menyebutkan, Ibu ‘Habib Tjikini’ adalah seorang syarifah dari keluarga Assegaf di Semarang. Dan memang, ‘Habib Tjikini’ sendiri diketahui sebagai putra kelahiran Semarang.. Ini berkaitan dengan catatan lainnya yang menyebutkan, ‘Ia wafat di Laut Kayong (daerah Sukadana, Kalimantan Barat) pada 1249 H, atau bertepatan dengan tahun 1833 M’.
Keterangan yang disebutkan terakhir tampaknya lebih mendekati kebenaran, sebab wilayah Sukadana berseberangan langsung dengan kota Semarang di Pulau Jawa dan Kota Semarang merupakan kota kelahiran ‘Habib Tjikini’. Hal ini juga selaras dengan keterangan bahwa Habib Abdullah wafat saat berlayar dari Pontianak ke Semarang. Pada Catatan itu juga disebutkan, ia wafat saat berperang dengan ‘lanun’, sebutan orang Pontianak terhadap para perompak laut.

Bersama Habib Syech dan Raden Saleh.
Diantara sejarah kehidupan ‘Habib Tjikini’ yang didapat dari sejumlah sumber adalah bahwa ia sahabat karib Habib Syech bin Ahmad Bafaqih (Botoputih - Surabaya). Hal tersebut diantaranya dicatat dalam catatan kaki Ustadz Dhiya' Shahab dalam bukunya ‘Syams azh Zhahirah’. Begitu pula menurut penulis Belanda bernama L.W.C Van Den Berg dalam buku ‘Le Hadhramout Et Les Colonies Arabes’ yang menyebutkan bahwa Habib Syech pernah menetap di Batavia selama kurang lebih 10 tahun. Selama menetap di Batavia itulah tampaknya persahabatan di antara Habib Syech dengan Raden Saleh terjalin erat.

Dikisahkan, setelah lama tak mendapatkan putra, istri Habib Abdurrahman, Nyai Salmah, seorang wanita asli Betawi yang tinggal di Mester Cornelis (sekarang Jatinegara), suatu malam bermimpi. Dalam mimpi tersebut, Nyai Salmah menggali sumur.Tiba-tiba dari dalam sumur itu keluarlah air yang melimpah ke sekelilingnya.

Mimpi itu kemudian disampaikannya kepada suaminya.Habib Abdurrahman, dan beliau segera menemui Habib Syech untuk menanyakan perihal mimpi tersebut. Habib Syech menjelaskan bahwa mimpi itu merupakan isyarat bahwa pasangan Habib Abdurrahman dan Nyai Salmah akan mendapatkan seorang putra yang shalih dan ilmunya melimpah ruah penuh keberkahannya.
Tidak seberapa lama, Nyai Salmah pun mengandung dan pada hari Ahad 20 Jumadil Ula 1286 H atau bertepatan dengan 20 April 1870 M, terlahirlah seorang putra yang kemudian ia beri nama ‘Ali’.

Semua orang pun kemudian menyaksikan kebenaran ucapan Habib Syech. Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi yang terlahir dari pasangan shalih dan shalihah itu, dikemudian hari menjadi seorang shalih dan ulama yang banyak menebar manfaat dan kemaslahatan bagi umat di masa hidupnya, bahkan setelah wafatnya.

Di samping Habib Ali, ’Habib Tjikini’ juga mempunyai putra lainnya yang bernama, Habib Abdul Qadir. Lewat putranya inilah ‘Habib Tjikini’ menjalin pertalian kekeluargaan dengan Habib Utsman bin Yahya, melalui pernikahan Habib Abdul Qadir dengan salah seorang putri Mufti Betawi ini. Dari kedua putranya itu, hanya dari Habib Ali nasab keturunannya berlanjut, karena Habib Abdul Qadir hanya memiliki tiga orang anak perempuan tanpa anak lelaki sama sekali.

Kalau anak lelaki pertama Habib Ali adalah Habib Abdurrahman, dan yang bungsu bernama Habib Muhammad. Sementara diantara dua anak lelaki itu, lahirlah lima anaknya yang perempuan yang masing-masing bernama :
Syarifah Rogayah, Syarifah Khodijah, Syarifah Mahani, Syarifah Zahra dan Syarifah Sa’diyah yang juga mengikuti jejak ayahnya untuk menggelar majlis ta’lim ‘Assa’diyah’ untuk kaum perempuan di lokasi yang sama di Kwitang. Setelah Syarifah Sa’diyah wafat saat menunaikan ibadah haji dan dimakamkan di di tanah suci, pengelolaan majlis ta’limnya dilanjutkan oleh Syarifah Salma binti Abdurrahman Al Habsyi, cucu perempuan Habib Ali Kwitang, anak dari Habib Abdurrahman.

Tahun 1296H bertepatan dengan 1881 M, Habib Tjikini wafat. Saat itu, Habib Ali masih amat belia, belum mencapai usia 11 tahun. Sebelum wafat, beliau sempat berwasiat kepada istrinya, agar Habib Ali disekolahkan ke Hadhramaut dan Makkah. Wasiat tersebut betul-betul dilaksanakan isterinya dengan sepenuh hati dan keyakinan akan adanya kebaikan di balik itu semua.

Karena ‘Habib Tjikini’ tidak meninggalkan warisan yang memadai,maka demi mewujudkan pesan almarhum suaminya,Nyai Salmah, yang bukan tergolong orang berada, kemudian menjual gelang yang dimilikinya, untuk biaya perjalanan Habib Ali ke Hadhramaut.
Sementara itu,Habib Syech Bafaqih sahabat karib Habib Abdurrahman,wafat pada 1883,dua tahun setelahnya.Beliau dimakamkan di Botoputih, Surabaya, yang hingga saat ini terus didatangi para peziarah dari berbagai daerah.

Selain dengan Habib Syech, ‘Habib TjIkini’ juga bersahabat akrab dengan Raden Saleh, seorang pelukis termasyhur yang nama lengkapnya adalah Sayyid Syarief Boestomi Raden Saleh bin Yahya. Sebetulnya kedekatannya dengan pelukis tersebut bukanlah hal yang aneh. Disamping sama-sama kelahiran Semarang, sebelum hijrah ke Batavia, Habib Tjikini sempat menikah dengan Syarifah Rogayah bin Yahya, adik Raden Saleh.

Pelukis yang lama menetap di Eropah ini, dilahirkan pada 23 April 1811 dan wafat pada tahun 1880, setahun lebih awal dari ‘Habib Tjikini’.
Beliau dimakamkan di daerah Desa Bondongan, Bogor, Jawa Barat.

Mengawal Aqidah Ummat
Sebagaimana disebutkan, Habib Tjikini menjalin hubungan kekeluargaan dengan Raden Saleh dengan menjadi iparnya. Namun dari pernikahannya dengan Syarifah Rogayah bin Yahya, yang adik perempuan Raden Saleh,beliau tak beroleh keturunan sama sekali.

Di tanah pekarangan rumah Raden Saleh yang berada didaerah Cikini inilah, Jasad mulia wali Allah Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi dikebumikan.
Dan menurut tulisan Al-Habib Ali bin Hussain Allatas dalam kitabnya “Ta’jil Arasy” jilid 2, mengatakan bahwa Raden Saleh menyerahkan tanah seluas 4 Ha pada ‘Habib Tjikini’ untuk kepentingan da’wah, fakir dan miskin.
Meski kepemilikan tanah tersebut telah pindah tangan beberapa kali, keberadaan makamnya tetap dilestarikan. Diatas makamnya didirikan bangunan sederhana.
Meski peziarah yang datang ke makamnya tidak seramai seperti di makam Habib Ali di Masjid Kwitang yang putranya sendiri, tapi yang datang menziarahi makamnya hampir tidak pernah putus dari waktu ke waktu.

Diantara murid-murid beliau adalah : Habib Ahmad bin Alwi Al Haddad (Habib Kuncung – Kalibata – Jakarta), Habib Abdullah bin Muchsin Al Attas ( Empang – Bogor), dan masih banyak lagi yg lainnya.

Bagian ke 2
Ada Apa Dengan Makam Tjikini
(Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi)

Demi bisnis apartemen
Makam Wali Allah Dibongkar !


Juni 2010 yang lalu,masyarakat dikejutkan oleh berita tentang pembongkaran makam seorang wali Allah oleh Developer yang akan mendirikan apartemen 32 lantai di lokasi itu. Protespun berdatangan, terutama dari Para Ahli Waris yang tergabung dalam ‘Forum Keluarga Habib Ali Kwitang’, yang merasa leluhurnya di dzalimi ?

Merasa makam Habib Abdurrahmah bin Abdullah Al Habsyi (Ayah Habib Ali Kwitang), makam istrinya,Syarifah Rogayyah bin Yahya dan makam cucu Habib Ali yang selama ini dihormati semua orang, sudah dibongkar (meskipun belum sempat dipindahkan) secara seena-mena oleh developer PT.Cempaka Wenang Jaya, yang sudah memasang poster tentang akan berdirinya apartemen 32 lantai di sana. Proyek yang akan dibangun di atas tanah makam itu, direncanakan dan dilaksanakan tanpa pemberitahuan atau musyawarah kepada Ahli Waris terlebih dulu.

Habib Ali Shahab (Ketua Umum ‘Forum’), Haji Bagir bin Ali,Habib Muhammad Amin Alhabsyi, Habib Abdurrahman bin Muhdor Alhabsyi, dan Habib Mahdor bin Alwi Alatas Al Faqih bersama anak-cucu Habib Ali Kwitang lainnya , segera melakukan peninjauan kemakam yang lokasinya di Jl.Cikini Kecil No.14, untuk membuktikan desas-desus yang beredar tentang pembongkaran tersebut.

Betapa mengejutkan melihat kenyataan yang terjadi.Ternyata ketiga makam dan bangunan ‘waliyullah’ ‘Habib Tjikini’ itu sudah dibongkar rata dengan tanah dengan menggunakan alat berat (backhoe dan crane) dan siap untuk dipindahkan ke tempat lain yang disediakan oleh Developer.

Untuk tidak terjadinya kerusuhan yang memakan korban seperti yang terjadi pada ‘Tragedi Priok’, ’Forum’ dan Pengacaranya melakukan protes keras dan meminta agar rencana pemindahan makam dihentikan saat itu juga.

Untuk mengekspresikan kegundahan hati kami, pada hari Kamis (malam Jum’at) tanggal 1 Juli 2010, kami ‘anak-cucunya’ menggelar ‘Acara Dzikir Keprihatinan’ di makam tersebut.
Acara yang mulanya cuma dihadiri oleh sekitar 200 kerabat Habib Ali Kwitang, tiba-tiba secara mengejutkan didatangi hampir 3000 orang dari Cikini dan sekitarnya yang ikut merasakan keprihatinan kami Para Ahli Waris atas peristiwa itu.

Bahkan seorang Kiyai dari Masjid ‘Al Makmur’ Cikini,dengan tegas mengatakan, ”Kami tidak akan tinggal diam kalau ada tangan-tangan kotor yang berani mengganggu makam waliyullah Habib Tjikini yang sudah kami anggap bagian dari kami selama 130 tahun ini !”

“Saye siap mati buat ngejagain,Bib !” kata warga Cikini yang lain dengan tekad bulat.

Yang lebih ekstrim dari jamaah yang hadir dalam acara ‘dzikir’ itu mengatakan, ”Tulung jagain anak ame bini saye, Bib ! Kalu Habib ijinin, saye bakalan gorok leher orang yang berani bongkar ni makam !”.

Meski menghadapi kenyataan pahit, tapi Alhamdulillah, pada hari Jumat tanggal 2 Juli 2010 protes kami ditanggapi positif oleh. Hanya beberapa jam setelah acara ‘dzikir’ itu selesai, mereka langsung mengirim surat pemberitahuan kepada Habib Abdurrahman bin Muhammad Al Habsyi yang isinya menyatakan bahwa ‘semua pekerjaan pemindahan makan ditangguhkan sampai dicapainya kesepakatan antara Ahli Waris dan pihak yang mengatas namakan sebagai Ahli Waris’. Developer juga berjanji akan merapihkan kembali galian makam.

Kami Para Ahli Waris yang tidak tahu ujung-pangkalnya jadi bertanya-tanya, kenapa surat penangguhan pemindahan makam itu ditujukan kepada Habib Abdurrahman bin Muhammad ? Apa hubungannya dengan upaya pembongkaran makam ini ? Jawabannya sungguh mengecewakan dan menyakitkan hati kami.

Ternyata pemindahan makam itu dilakukan berdasarkan kesepakatan PT.Cempaka Wenang Jaya dengan Habib Adurrahman Al Habsyi sebagai Pengurus ‘Islamic Center Indonesia’,(yang sama sekali tidak mewakili Para Akhli Waris).
Kesepakatan tersebut tertuang dalam Akte Notaris Arry Supratno,SH No.146 tangga 22 April 2010, yang isinya antara lain berisi penyataan Habib Abdurrahman bin Muhammad Alhabsyi sbb :
“dengan tindakan yang tulus untuk menyerahkan sebidang tanah makam tersebut kepada Pihak Developer untuk dimanfaatkan dan digunakan menunjang kegiatan Developer dalam arti yang seluas-luasnya.”

Begitu juga sebaliknya ,Pihak Developer yang diwakili Sdr. Ayong menyatakan : “kesediannya untuk menerima penyerahan tanah tersebut dengan disertai janji-janji untuk memberikan kompensasi.”

Maka dengan bergotong-royong antara Para Ahli Waris dengan masyarakat sekitar pencinta Habib Tjikini, ketiga makam itu dikembalikan lagi ke posisinya semula dan diuruk dengan sebaik-baiknya. Mulai saat itu demi menjaga keselamatan makam itu, Para Ahli Waris ‘menduduki’ bedeng yang ada di sisi makam dan selama 24 jam sampai hari ini menjaga keamanan makam tersebut dari ‘tangan-tangan kotor’ yang akan memindahkannya.

‘Musuh dalam Selimut’
  Setelah kami menerima dokumen sebagai bukti Akte Notaris, barulah kami ketahui adanya ‘musuh dalam selimut’ dalam keluarga Habib Ali Kwitang.Ternyata ada ‘oknum akhli waris’ yang telah melakukan kesepakatan dan memberikan persetujuan kepada Developer untuk melakukan pembongkaran terhadap makam ‘Habib Tjikini’ itu dengan berbagai kompensasi yang dijanjikan.

Setelah ditelusuri asal-muasalnya, ternyata kesepakatan pembongkaran itu terjadi karena sebagai Pengurus ‘Islamic Center Indonesia’, ‘Sang Habib’ merasa memiliki kuasa dan wewenang penuh atas seluruh asset Habib Ali Kwitang (termasuk makam Habib Tjikini), dan merasa tidak perlu melakukan musyawarah dengan Para Akhli Waris lainnya untuk melakukan kesepakatan maupun tindakan ?

Padahal Islamic Center Indonesia’ adalah perubahan nama yang dilakukan Habib Muhammad Al Habsyi (ayah Sang Habib) terhadap ‘Majlis Ta’lim Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi’, setelah wafatnya Habib Ali pada 13 Oktober 1968.
Sementara mandat yang di terima ‘Sang Habib’ tidak lebih dari sekedar meneruskan majlis ta’lim dan tidak ada embel-embel dengan asset Habib Ali Kwitang serta makam Habib Tjikini.


Menolak Pemindahan Makam.
Setelah beberapa kali melakukan pertemuan dengan Para Akhli Waris dari ‘Forum’ yang mewakili anak-anak Habib Ali Kwitang dan Habib Abdul Qadir, maka dalam pertemuan hari Jumat tanggal 30 Juli 2010 pukul 15.00, dicapailah kesepakatan bulat secara aklamasi yang ditandatangani semua pihak bahwa sesungguhnya, “Akhli Waris Menolak Makam Habib Tjikini Dipindahkan !”

Kesepakatan penolakan itu berlanjut kembali dengan penandatanganan dan pernya- taan lisan Para Akhli Waris yang hadir pada Acara Tahunan ‘Halal bil Halal Forum Keluarga Habib Ali Kwitang’ di Gedung Panti Asuhan Daruul Aitam pada hari Minggu tanggal 19 September 2010, yang pada dasarnya adalah : ‘Seluruh Anggota Forum Keluarga Habib Ali Kwitang Menolak Pembongkaran atau Pemindahan Makam Habib Tjikini.”


Bagian ke 3

Air Menyembur dari 33 Titik.
Menyusul mencuatnya berita rencana pemindahan makam ‘Habib Tjikini’, tiba-tiba sehari setelah pembongkaran (28 Juni 2010) menyemburlah air jernih yang begitu derasnya dari dasar makam Habib Tjikini.
Melihat fenomena yang mengejutkan itu, masyarakat pun berduyun - duyun mendatangi makam tersebut. Mula-mula makam dipenuhi masyarakat sekitar Cikini, tapi kemudian setelah berita itu melebar kemana-mana lewat Koran dan Terlevisi, datangnya pengunjung sudah tidak terbendung lagi.
Apalagi ketika tersebar berita bahwa air makam itu punya ‘karomah’ dan bisa menyembuhkan berbagai penyakit ?

Terlepas benar atau tidaknya ‘karomah’ yang mereka yakini bahwa air itu memiliki khasiat yang istimewa , pengunjung makam terus berdatangan siang dan malam. Asal pengunjung jadi semakin meluas dan bervariasi, hingga akhirnya dikabarkan beberapa yang datang bukan cuma orang Islam, tapi juga dari agama lain, dari Surabaya, Kediri hingga Banjarmasin, Malaysia, Singapore, dsb.

Seperti diketahui bahwa secara fiqih, pemindahan makam memang bukan hal yang diharamkan secara mutlak, namun demikian dibutuhkan bebagai persyaratan dan alasan yang amat ketat yang harus terpenuhi. Antara lain : kalau makam tersebut terancam gempa, banjir, longsor, dan beberapa bencana alam lainnya yang tidak bisa dihindari. Jadi bukan sekedar untuk kepentingan bisnis untuk mendirikan apartemen 32 lantai … ?!

Betapapun, demi menjaga hak dan kemaslahatan bersama, segala sesuatunya dapat dibicarakan lewat musyawarah untuk mufakat dan tidak cara otoriter.
Mengenai air yang keluar dari dasar makam Habib Tjikini, pengawalan atas aqidah umat mutlak diperlukan, agar mereka tidak keliru menafsirkan keberadaan dan khasiat air tersebut dan terperosok kepada kemusyrikan.

Untuk itu ada baiknya kita meyakini bahwa menyemburnya air yang tak diketahui sumbernya itu, merupakan kehendak Allah SWT untuk memberikan peringatan dan kabar kepada khalayak perihal keberadaan seorang kekasih-Nya di tempat itu. (dikutip dari Majalah Al Kisah)


Surat Protes kepada Gubernur
Melihat setelah 3 (tiga) bulan ‘kasus pembongkaran makam’ itu terjadi tapi tidak ada reaksi sama sekali dari Gubernur DKI Jakarta Ir.Fauzi Bowo, “Forum Keluarga Habib Ali Kwitang’ atas nama Para Ahli Waris mengirimkan ‘Surat Protes’ yang tembusannya disampaikan kepada Presiden RI, Menteri Agama, Majlis Ulama Indonesia, dan 20 instansi terkait lainnya.
Dalam surat itu dilampirkan pernyataan Para Akhli Waris yang secara aklamasi Menolak pembongkaran dan memindahan makam ‘Habib Tjikini’ tersebut.

Tanggal : 23 September 2010.
Hal : Pembongkaran Makam Habib Tjini.
Kepada Yth.
GUBERNUR DKI
Bapak Ir.H.FAUZI BOWO,Dipl.Ing
Jl.Merdeka Selatan
Jakarta Pusat.


Dengan hormat,
Pada bulan Juni 2010 ,sebuah makam waliyullah Al-Habib Abdurrahman bin Abdullah Alhabsyi, ayah dari Al-Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi ( Habib Ali Kwitang) yang berlokasi di Jl.Cikini Kecil 14A, Menteng Jakarta Pusat,secara semena-mena dan tidak bertanggung-jawab telah dibongkar rata dengan tanah. Pelakunya adalah Developer P.T. Cempaka Wenang Jaya yang merencanakan (dan sudah mendapatkan ijin Gubernur) untuk mendirikan apartemen 32 lantai di lokasi makam tersebut.
Makam waliyullah yang dikenal luas sebagai ‘Makam Habib Tjikini’, sudah ada di sana sejak tahun 1881 itu, dibongkar dengan ‘beko’ bersama makam isterinya Syarifah Rogayah bin Yahya (adik dari pelukis legendaris Raden Saleh bin Yahya), dan makam anak Habib Ali Kwitang, serta semua bangunan di sana.
Setelah dibongkar rata dengan tanah, makam waliyullah dan keluarganya itu secara diam-diam akan digusur dari tempatnya semula, demi kepentingan proyek apartemen di lokasi itu, tanpa ada upaya melakukan pendekatan untuk mendapatkan kesepakatan dari Para Akhli Waris lebih dulu.
Kami, Para Akhli Waris yang tergabung dalam ‘Forum Keluarga Habib Ali Kwitang’ dan ‘Keluarga Habib Abdul Qadir Alhabsyi’, (putra Habib Tjikini), akhirnya mengetahui bahwa pembongkaran tersebut dilakukan atas kesepakatan antara Habib Abdur Rahman bin Muhammad Alhabsyi dengan Sdr.Yung Ardi Dinata, Direktur Utama ‘PT.Cempaka Wenang Jaya’. Menurut keterangan di dalam ‘Salinan Akte Perjanjian’ Notaris Arry Supratno, SH No.146 tanggal 22 April 2010, beliau bertindak untuk dan atas nama ‘Yayasan Islamic Center Indonesia’, yang sama sekali tidak mewakili Para Akhli Waris.

Dengan demikian tidak ada relevansinya sama sekali tindakan yang bersangkutan (Habib Abdur Rahman) sebagai pengurus Islamic Center Indonesia yang bertugas mengelola majlis ta’lim di Kwitang, dengan ‘tindakan yang tulus untuk menyerahkan sebidang tanah makam tersebut kepada Pihak Developer untuk dimanfaatkan dan digunakan menunjang kegiatan Developer dalam arti yang seluas-luasnya ’ (begitu tertulis dalam Salinan Akta Perjanjian).
Mengingat urusan makam keramat ini berdampak serius pada Para Akhli Waris dan masyarakat luas, kami mohon dengan sangat agar Bapak Gubernur sesegera mungkin membatalkan ‘acara serah-terima Habib dengan Developer’ yang tidak masuk di akal ini serta menunda izin pembangunan apartemen di lokasi makam tersebut.
Begitu juga sebaliknya, membatalkan Kesepakatan Pihak Developer yang menyatakan ‘kesediaannya untuk menerima penyerahan tanah (makam) tersebut dengan disertai janji-janji untuk memberikan kompensasi.
Untuk lebih meyakinkan Bapak Gubernur bahwa apa yang dilakukan beliau (Habib Abdur Rahman) adalah tindakan sepihak dari seorang yang mengaku ‘akhli waris tunggal’ (yang merasa memiliki otorisasi untuk mengambil keputusan tanpa Kesepakatan Akhli Waris lain),

Bersama ini kami lampirkan ‘Kesepakatan Bersama Forum Keluarga Habib Ali Kwitang dan Habib Abdul Qadir Alhabsyi’ di ‘Hotel Formula One’, Jalan Cikini Raya, pada hari Jum’at pukul 15.00 tanggal 30 Juli 2010. Kesepakatan secara aklamasi yang dihadiri dan ditandatangani oleh mayoritas Para Akhli Waris menuntut agar ‘Makam Habib Tjikini TIDAK DIPINDAHKAN.’

Dan akhirnya, Untuk tidak mengundang terjadinya peristiwa yang sama-sama tidak kita inginkan serta demi rasa hormat kepada Para Habaib dan Waliyullah yang sudah berjuang menegakkan ‘Kalimat Tauhid’di negeri ini, kami percaya Bapak Gubernur akan menanggapi paparan kami dan menyelesaikan kasus ini secepatnya.Terima kasih !

Billahi taufik wal hidayah,Wassallamualaikum Wr Wb.

1 komentar:

1030 mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
© Grunge Theme Copyright by Welcome My Blog Vagi Haddad | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks